Politik dan Konflik dalam Pengelolaan Hutan di Indonesia
Politik di dalam dunia
Kehutanan memiliki dampak yang besar terhadap dinamika yang telah mewarnai berbagai
pengelolaan hutan yang terjadi di Indonesia. Berbagai kebijakan kehutanan yang
dibuat, selalu mempertimbangkan keadaan politik nasional yang terjadi. Gejolak
politik yang terjadi di tingkat pembuat kebijakan secara tidak kita sadari,
memiliki dampak yang serius terhadap kondisi kehutanan yang ada di Indonesia. Munculnya
permasalahan lingkungan seperti deforestasi, degradasi hutan, dan permasalahan
masyarakat sekitar hutan akibat eksploitasi hutan secara besar-besaran adalah
salah satu hasil dari kebijakan pada masa pemerintahan orde baru yang dibuat
karena kepentingan politik nasional dengan alasan pemenuhan kebutuhan Negara yang
sedang berkembang. Sejak itulah isu lingkungan menjadi topik pembicaraan politik
yang menarik perhatian banyak pihak dalam empat dekade terakhir, dan diprediksi
akan terus menjadi topik pembicaraan kedepannya karena kompleksitas yang
dimilikinya.
Pada pelaksanaannya,
pengambilan kebijakan dalam pengelolaan hutan di Indonesia tidak bisa dilepaskan
dari kepentingan politik berbagai pihak yang berkepentingan disana. Ketika kebijakan
yang dibuat terdapat kepentingan politik dan memberikan dampak yang nyata dalam
hal perbaikan pengelolaan hutan yang lestari dan kesejahteraan masyarakat
disekitar hutan meningkat, sebenarnya hal tersebut tidak menjadi masalah dan
keberadaan politik disini memiliki dampak yang positif. Namun sayangnya, hal
tersebut tidak pernah terjadi dan masih hanya menjadi impian, karena setiap
kepentingan politik yang masuk dalam kebijakan di kehutanan selalu berusaha
mengambil manfaat sebesar-besarnya, tanpa memperhatikan kondisi hutan atau
masyarakat yang memiliki kepentingan juga terhadap hutan. Alhasil dari kondisi
seperti itulah, maka banyak terjadi konflik terhadap hutan terutama antara stakeholder pengelola hutan dengan
masyarakat sekitar hutan.
Praktek kehutanan di
Jawa oleh pemerintah yang direpresentasikan Perum Perhutani, boleh jadi yang
tertua di Indonesia. Ketika pemerintah mengambil alih kepentingan terhadap
hutan, dalam artian hampir seluruh produksi dari hutan diambil oleh negara
dengan alasan pembangunan, maka bagi masyarakat lokal, hal tersebut adalah
sesuatu yang aneh dan tidak adil. Selain itu, adanya ketidakpuasan masyarakat
lokal terhadap kebijakan pengelolaan hutan yang kurang mengakomodir partisipasi
mereka juga menjadi pemicu utama semakin meningkatnya konflik antara pemerintah
(pengelola hutan) dengan masyarakat. Persoalan dasarnya adalah tertutupnya
akses masyarakat desa hutan terhadap sumberdaya hutan disekitarnya. Ditambah
lagi dengan persoalan sosial ekonomi masyarakat yang belum tersentuh oleh
kebijakan makro pemerintah, sehingga menjadikan konflik ini makin masif dan tak
kunjung selesai. Jika pemerintah benar-benar ingin mengatasi berbagai permasalahan
tersebut, maka Perhutani harus mau merubah paradigma pengelolaan hutan dengan
memberikan porsi lebih pada usaha peningkatan kesejahteraan masyarakat terutama
yang tinggal disekitar hutan.
Pengambilan Kebijakan dalam penyelesaian konflik Pengelolaan Hutan di
Indonesia
Bersamaan dengan adanya
problematika politik kehutanan yang terjadi di Indonesia, maka kemudian
muncullah berbagai kebijakan untuk mengatasi problematika yang ada. Berbagai
kebijakan yang dibuatpun telah mengalami banyak perubahan dan perkembangan yang
signifikan. Perkembangan tersebut, secara tidak langsung mempengaruhi berbagai
pelaksanaan kegiatan dibidang kehutanan. Kebijakan yang ada, dalam
pelaksanaannya memiliki tingkat keberhasilan yang berbeda-beda, bahkan ketika
kebijakan tersebut dirasakan sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi yang ada,
maka akan muncul kebijakan yang baru untuk menggantikan dan memperbaharui
kebijakan yang lama.
Dari berbagai kebijakan
dalam kehutanan yang ada, terdapat salah satu kebijakan yang dianggap solutif
untuk mengatasi konflik antara pengelola hutan dengan masyarakat sekitar hutan
yaitu kebijakan mengenai pengelolaan hutan bersama masyarakat atau lebih
dikenal dengan PHBM, karena dampaknya dapat dirasakan secara langsung oleh
pihak-pihak terkait yang memiliki kepentingan dengan keberadaan hutan, dan
utamanya adalah kepentingan masyarakat sekitar hutan.
Kebijakan PHBM yang dicanangkan
tersebut bertujuan untuk membuka kesempatan bagi masyarakat desa hutan untuk
terlibat aktif dalam pengelolaan hutan, mencapai pengelolaan sumberdaya hutan
yang lestari serta peningkatan kesejahteraan masyarakat desa hutan. Selain itu,
selama ini peran masyarakat seringkali hanya ditempatkan dalam proses
implementasi kebijakan, sedangkan dalam proses penyusunan dan evaluasi
kebijakan peran masyarakat masih sangat terbatas dan bisa dikatakan tidak ada.
Namun dengan adanya kebijakan pengelolaan hutan bersama masyarakat ini,
masyarakat merupakan pemeran utama dari kebijakan dan memiliki peran yang besar
mulai sejak penyusunan kebijakan hingga evaluasi kebijakan. Dengan begitu, maka
motivasi dan tanggung jawab bersama dalam pengelolaan hutan akan muncul dari
proses-proses yang dilalui dalam pemberdayaan masyarakat.
Seperti yang diungkapkan oleh Islamy (2001) yang
menyatakan bahwa keberhasilan
dari pengelolaan hutan berbasis masyarakat juga terletak di tangan masyarakat,
yang salah satunya ditunjukkan dari seberapa besar keinginan masyarakat untuk
berpartisipasi didalamnya. Untuk kepentingan proses implementasi kebijakan
publik yang selalu direspon oleh masyarakat secara positif, para perumus
kebijakan harus senantiasa melakukan negosiasi langsung dengan masyarakat yang
terkena dampak suatu kebijakan. Sebagai pemeran utama dalam pelaksanaan
kebijakan ini, masyarakat diharapkan kebutuhan hidup dapat terpenuhi dengan lebih
baik dan kelestarian hutan yang senantiasa terjaga.
Sumber referensi :
Islamy, Irfan M. 2001. Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijakan Negara. Bumi
Aksara. Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar