Fakultas Kehutanan UGM adalah fakultas kehutanan tertua yang ada di Indonesia. Orang luar yang begitu mendengar kata kehutanan ,biasanya langsung bertanya “wah, udah ke hutan mana aja? Suka naik gunung ya ? ”, dan banyak lagi pertanyaan semacam itu yang aku dengar. Memang , tidak salah dengan apa yang mereka pertanyakan ,karena memang image orang kehutanan adalah yang berkaitan dengan lingkungan dan kegiatan berpetualang. Tapi jangan salah, meskipun kita mempelajari hal yang berkaitan dengan alam, namun banyak mahasiswa juga tidak tertutup akan dunia lain. Banyak mahasiswa mengikuti berbagai kegiatan yang bisa dibilang tidak ada sangkut pautnya dengan dunia kehutanan, seperti group paduan suara, ikut UKM Gamabunta , dan lain sebagainya. Hal inilah yang menjadi semacam sanggahan bahwa mahasiswa kehutanan itu tidak monoton berkaitan dengan hal-hal yang itu-itu saja, tetapi lebih bervariasi dan lebih berwarna.
Di Fakultas Kehutanan , sejak awal penerimaan siswa baru, para calon mahasiswa sudah dilatih tentang apa itu korsa dan bagaimana menjadi rimbawan yang benar-benar peduli pada nusa dan bangsa. KORSA atau komando satu rasa adalah salah satu elemen penting yang menjadi senjata utama dalam menyatukan mahasiswa kehutanan. Korsa dimaknai sebagai suatu panggilan jiwa bagi para rimbawan. Korsa dapat diilustrasikan ketika satu sakit, maka semua akan ikut merasakan sakit dan ikut membantu, ketika satu orang senang, maka kesenangan tersebut tidak hanya dinikmati sendiri, melainkan juga berbagi dengan orang lain sehingga semua juga ikut merasakan kesenangan itu. Kata korsa sendiri sering terlihat dalam baliho atau banner saat team kehutanan berlaga dalam berbagai cabang olahraga. Kata korsa sering dipakai oleh Kapak Rimba dalam membela team kehutanan saat bertanding. Kapak rimba adalah supporter elit yang ada dikehutanan. Keberadaan kapak rimba di dunia persuporteran di Universitas Gadjah Mada tidak bisa dipandang sebelah mata, karena kapak rimba sudah berdiri sejak tahun 1990-an dan terkenal dengan kekompakannya.
Aktivitas mahasiswa kehutanan yang sangat bervariasi mulai di bidang akademik, kegiatan ekstra kulikuler, dan juga suporteran saat team kehutanan bertanding. Aktivitas rutin tadi yang biasa dilakukan mahasiswa kehutanan dikampus dapat penulis kriteriakan dalam 4 hal yaitu kura-kura, kuak-kuak, kupang-kupang, dan kulap-kulap. 4 kriteria inilah yang menurut penulis menjadi cerminan dari mahasiswa fakultas kehutanan.
1. Kura-kura
Kura-kura adalah singkatan dari kuliah dan rapat. Dua gambaran ini adalah mahasiswa yang biasanya aktif di dalam organisasi sehingga dia kekampus itu kalau nggak kuliah ya rapat. Mahasiswa yang seperti ini banyak dijumpai di fakultas kehutanan. Penulis pernah mewawancara salah satu mahasiswa kura-kura, dan alasannya adalah mereka ingin memanfaatkan waktu luang mereka. Alasan tersebut menurut pribadi penulis tidaklah 100% tepat, karena untuk memanfaatkan waktu luang mereka banyak aktivitas yang lebih bermanfaat untuk dilakukan, seperti membaca buku, jurnal, dan mengikuti kegiatan UKM seperti pencak silat, karate dan sebagainya untuk mengisi waktu luang mereka.
2. Kuak-kuak
Kuak atau dikenal dengan kuliah dan aksi. Ini biasanya dilakukan oleh rimbawan yang aktif diorganisasi di tingkat universitas. Mereka yang tidak sepaham dan setuju dengan keputusan yang ada baik itu keputusan di tingkat fakultas, universitas, bahkan kebijakan pemerintah yang dinilai tidak pro rakyat, maka kita dapat melihat aksi mahasiswa yang turun langsung di jalan. Kegiatan seperti ini tidak salah selama tidak merugikan hal lain yang lebih penting seperti belajar saat jam kuliah dimulai, karena terkadang mahasiswa keasikan dengan aksi yang dilakukan hingga lupa waktu. jadi setiap ada aksi mahasiswa tersebut ikut. Hal inilah yang ditakutkan, mengapa ? karena jika mahasiswa dalam melakukan aksi hanya ikut-ikutan saja, tanpa tahu alasan aksi itu untuk mengkritisi kebijakan apa atau siapa saja yang berkaitan dalam aksi tersebut, maka mahasiswa tersebut hanya akan “membuang waktu” nya dengan percuma, ibarat kata mahasiswa tadi itu sudah kehilangan waktu dan tenaga dengan percuma, eh ternyata dia tidak tahu tentang aksi yagn dilakukannya.
3. Kupang-kupang
Kupang adalah istilah untuk mahasiswa yang selalu “kuliah-pulang”. Biasanya mahasiswa yang seperti ini ia susah untuk bersosialisasi di kampus, atau mahasiswa tersebut memang malas untuk “berlama-lama” di kampus. Sehingga, saat jam kuliah sudah selesai maka mahasiswa tadi akan langsung pulang menuju kos atau rumah masing-masing. Dari beberapa mahasiswa ‘‘kupang-kupang’’ yang penulis wawancara, alasannya yaitu karena ingin menikmati suasana dikos, karena dikos ia akan lebih leluasa untuk mengisi waktu luangnya dengan bermain game, atau untuk beristirahat (tidur).
4. Kulap-kulap
Kulap adalah singkatan dari kuliah dan laporan. Untuk mahasiswa kehutanan dua hal ini tidak dapat dipisahkan dari rutinitas sehari-hari, terlebih untuk mahasiswa awal-awal semester yang biasanya baru mulai beradaptasi dari kebiasaan belajar selama di SMA dengan saat kuliah. Laporan menjadi momokyang sangat menakutkan sekaligus membosankan bagi mahasiswa yang sudah sering melaluinya. Laporan menjadi sesuatu yang menakutkan, hal itu biasanya dirasakan oleh mahasiswa semester awal, karena masih dalam proses adaptasi dengan “dunia baru” , namun laporan juga menjadi hal yang membosankan bagi mahasiswa yang sudah semester 3 ke atas, Karena harus melakukan kegiatan yang berulang-ulang yaitu “menulis laporan”. Apalagi pada praktikum tertentu, laporan tersebut haruslah ditulis tangan secara utuh (mulai dari judul sampai daftar pustaka).
Mekipun banyak mahasiswa seperti kura-kura, kuak-kuak, kulap-kulap maupun kupang-kupang, namun terkait dengan isu kehutanan yang belakangan ini semakin menyedot perhatian publik , mahasiswa tersebut mau dikumpulkan dalam sebuah forum diskusi untuk membahas terkait bagaimana penyelesaian isu-isu yang ada. Isu tentang moratorium menjadi topik pembicaraan di berbagai kalangan belakangan ini, apakah moratorium yang sudah dua tahun belakangan dilaksanakan akan diteruskan atau tidak.
Moratorium adalah pemberhentian ijin sementara dalam berbagai kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan hutan dalam batas waktu yang ditentukan. moratorium itu sebenarnya ada dua yaitu moratorium logging dan moratorium ijin. Moratorium logging terkait mengenai pemberhentian ijin seluruh kegiatan pemanenan dihentikan sementara, sedangkan moratorium ijin berkaitan tentang perijinan pembukaan kawasan untuk kegiatan yang biasa dilakukan oleh stakeholder yang terkait seperti HTI yang melakukan pembukaan lahan di lahan gambut. Kegiatan logging sendiri secara formal hanya boleh dilakukan di hutan produksi saja, namun pada kenyataannya terkadang kegiatan logging juga dilakukan pada kawasan dihutan lindung ataupun konservasi yang notabennya tidak boleh dilakukan kegiatan pemanenan dalam bentuk apapun, karena fungsi dua kawasan ini sudah ditetapkan sebagai kawasan penyangga hutan yang tidak boleh ada kegiatan apapun terjadi dikawasan tersebut.
Moratorium adalah sebuah kata yang seksi , dimana kata moratorium ini sendiri memiliki suatu makna yang membuat hati menjadi resah dan galau. Yang menjadi keresahan dan kegalauan hati karena, awal musabab adanya moratorium ini sebenarnya berkaitan dengan adanya perubahan iklim (climate change) yang tidak ada kaitannya sama sekali dengan kehutanan. Terjadinya climate change adalah sebagai akibat dari berbagai kegiatan industri yang dilakukan oleh Negara maju. Perubahan iklim yang terjadi pada awalnya adalah permasalahan bagi mereka Negara maju yang melakukan berbagai kegiatan industri, bukan Negara berkembang, tetapi pada kenyataannya dengan adanya moratorium, seakan-akan membuat kita (redà kehutanan) menjadi faktor sentral terhadap permasalahan climate change ini, dan dengan kaitan tersebut secara otomatis pemilik hutan yang kebanyakan adalah Negara berkembang menjadi terlibat, dan inilah yang menjadi dilema besar dan kegalauan Negara berkembang, karena masalah climate change adalah permasalahan mereka (redà Negara maju) dan emisi-emisi yang dikeluarkan dari berbagai aktivitas industri mereka , bukan kita
Moratorium ini juga berkaitan dengan isu kehutanan yang lain yaitu mengenai REDD. REDD atau Reduced Emision of forest Deforestation dan Degradation membahas mengenai degradasi dan deforestasi hutan akibat pengelolaan yng tidak tepat, sehingga menyebabkan terjadinya kerusakan pada hutan dan penurunan kualitas hutan. REDD selain membahas tentang kerusakan dan penurunan kualias hutan, juga membahas mengenai isu Climate Change. Sumbangan emisi didunia yaitu sebesar 50 % dari total emisi dunia disumbangkan oleh Negara maju yang tergabung dalam G8, yaitu U.K., Inggris, Amerika Serikat, Rusia, Jepang, Prancis, Kanada, dan Jerman. Dan emisi yang telah mereka keluarkan (karbon yang ada di atmosfer) itu bertahan sampai 100 tahun di atmosfer, jadi bayangkan saja jika setiap hari, bulan, dan tahunnya mereka mengeluarkan banyak emisi maka atmosfer bumi akan penuh dengan kandungan karbon.
Asal mula tercetusnya ide dilakukannya moratorium diawali dengan adanya suatu pertemuan di Jepang yang menghasilkan suatu protokol yang disebut dengan protokol Kyoto. Protokol ini berisi mengenai aturan untuk seluruh Negara didunia harus melakukan grativikasi mengenai jumlah emisi yang dikeluarkan setiap tahunnya. Salah satu pasal hasil keputusan yang ada didalam protocol Kyoto berbunyi, “Negara-negara maju diberi mandat untuk menurunkan emisinya sebesar 5 % dari emisi pada tahun 1990, dan untuk Negara berkembang tidak dimandatkan”. Pada awalnya seperti itu, namun adanya keberatan dari Negara-negara maju maka akhirnya Negara berkembang seperti Indonesia jadi terlibat. Negara maju akan merasa sangat merugi jika benar-benar melakukan seperti apa yang ada didalam isi protocol tersebut.
Terlaksananya moratorium di Indonesia ini juga karena sebelumnya salah satu negara maju (Norwegia) melakukan sebuah perhitungan ekonomis , yaitu jika Norwegia benar-benar menurunkan emisi sesuai dengan isi dari protokol kyoto (emisi sebesar 5 %) , maka kerugian bagi Negara tersebut sebesar 20 milyar dollar, dan untuk menyiasatinya Norwegia melakukan pendekatan kepada salah satu negara berkembang yaitu indonesia, dan sebagai bentuk pengikat dari kerjasama tersebut, norwegia bersedia memberi kompensasi kepada indonesia untuk melakukan moratorium dengan memberi bantuan sebesar 1 milyar dollar, dan Indonesia bersedia untuk melakukan moratorium. Hasilnya, Moratorium sudah berlangsung selama 2 tahun (mulai tahun 2011-2013), tetapi janji dari norwegia untu memberi bantuan tersebut belum cair juga .karena norwegia beralasan bahwa moratorium yang dilakukan belum sepenuhnya berjalan. memang dari Inpress juga disebutkan kalau moratorium yang dilakukan belum disemua tempat masih terbatas di beberapa tempat saja seperti dihutan alam dan lahan gambut.
Dari diskusi antarmahasiswa di kehutanan dan juga dengan salah satu dosen kehutanan yang bekerja di International Union of Forestry Research Organization (IUFRO) , Dr. Ahmad Maryudi sepakat untuk menjadikan moratorium itu merupakan suatu jawaban untuk mengurangi laju deforestasi hutan yang terjadi di indonesia ini, jika moratorium ini benar-benar dijalankan dengan benar maka akan membantu sekali terutama dalam penurunan emisi, apalagi jika tidak ada pengecualian seperti yang ada pada Inpres no. 6 tahun 2013. Namun, hasil moratorium yang sudah pemerintah lakukan selama dua tahun ini, kita juga tidak boleh hanya mengkritik dan mengkritik saja, kita juga harus memberi penghargaan kepada pemerintah atas usahanya untuk mau melakukan moratorium ini.
Sukses buat Mahasiswa Kehutanan Indonesia :)
BalasHapusMari Gan, dibarengi nanam pohon, bidang ilmu agan nih. Sekarang makin seru karena ada program revolusioner nanam pohon sekaligus mendapat manfaat ekonomi atas penanaman dan kampanyenya.
Cari tahu caranya di : http://www.greenwarriorindonesia.com