Rabu, 01 Oktober 2014

HUTAN INDONESIA (Bagian 1) : Antara Politik, Konflik dan Kebijakan Pengelolaannya

Politik dan Konflik dalam Pengelolaan Hutan di Indonesia
Politik di dalam dunia Kehutanan memiliki dampak yang besar terhadap dinamika yang telah mewarnai berbagai pengelolaan hutan yang terjadi di Indonesia. Berbagai kebijakan kehutanan yang dibuat, selalu mempertimbangkan keadaan politik nasional yang terjadi. Gejolak politik yang terjadi di tingkat pembuat kebijakan secara tidak kita sadari, memiliki dampak yang serius terhadap kondisi kehutanan yang ada di Indonesia. Munculnya permasalahan lingkungan seperti deforestasi, degradasi hutan, dan permasalahan masyarakat sekitar hutan akibat eksploitasi hutan secara besar-besaran adalah salah satu hasil dari kebijakan pada masa pemerintahan orde baru yang dibuat karena kepentingan politik nasional dengan alasan pemenuhan kebutuhan Negara yang sedang berkembang. Sejak itulah isu lingkungan menjadi topik pembicaraan politik yang menarik perhatian banyak pihak dalam empat dekade terakhir, dan diprediksi akan terus menjadi topik pembicaraan kedepannya karena kompleksitas yang dimilikinya.
Pada pelaksanaannya, pengambilan kebijakan dalam pengelolaan hutan di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari kepentingan politik berbagai pihak yang berkepentingan disana. Ketika kebijakan yang dibuat terdapat kepentingan politik dan memberikan dampak yang nyata dalam hal perbaikan pengelolaan hutan yang lestari dan kesejahteraan masyarakat disekitar hutan meningkat, sebenarnya hal tersebut tidak menjadi masalah dan keberadaan politik disini memiliki dampak yang positif. Namun sayangnya, hal tersebut tidak pernah terjadi dan masih hanya menjadi impian, karena setiap kepentingan politik yang masuk dalam kebijakan di kehutanan selalu berusaha mengambil manfaat sebesar-besarnya, tanpa memperhatikan kondisi hutan atau masyarakat yang memiliki kepentingan juga terhadap hutan. Alhasil dari kondisi seperti itulah, maka banyak terjadi konflik terhadap hutan terutama antara stakeholder pengelola hutan dengan masyarakat sekitar hutan.
Praktek kehutanan di Jawa oleh pemerintah yang direpresentasikan Perum Perhutani, boleh jadi yang tertua di Indonesia. Ketika pemerintah mengambil alih kepentingan terhadap hutan, dalam artian hampir seluruh produksi dari hutan diambil oleh negara dengan alasan pembangunan, maka bagi masyarakat lokal, hal tersebut adalah sesuatu yang aneh dan tidak adil. Selain itu, adanya ketidakpuasan masyarakat lokal terhadap kebijakan pengelolaan hutan yang kurang mengakomodir partisipasi mereka juga menjadi pemicu utama semakin meningkatnya konflik antara pemerintah (pengelola hutan) dengan masyarakat. Persoalan dasarnya adalah tertutupnya akses masyarakat desa hutan terhadap sumberdaya hutan disekitarnya. Ditambah lagi dengan persoalan sosial ekonomi masyarakat yang belum tersentuh oleh kebijakan makro pemerintah, sehingga menjadikan konflik ini makin masif dan tak kunjung selesai. Jika pemerintah benar-benar ingin mengatasi berbagai permasalahan tersebut, maka Perhutani harus mau merubah paradigma pengelolaan hutan dengan memberikan porsi lebih pada usaha peningkatan kesejahteraan masyarakat terutama yang tinggal disekitar hutan.

Pengambilan Kebijakan dalam penyelesaian konflik Pengelolaan Hutan di Indonesia
Bersamaan dengan adanya problematika politik kehutanan yang terjadi di Indonesia, maka kemudian muncullah berbagai kebijakan untuk mengatasi problematika yang ada. Berbagai kebijakan yang dibuatpun telah mengalami banyak perubahan dan perkembangan yang signifikan. Perkembangan tersebut, secara tidak langsung mempengaruhi berbagai pelaksanaan kegiatan dibidang kehutanan. Kebijakan yang ada, dalam pelaksanaannya memiliki tingkat keberhasilan yang berbeda-beda, bahkan ketika kebijakan tersebut dirasakan sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi yang ada, maka akan muncul kebijakan yang baru untuk menggantikan dan memperbaharui kebijakan yang lama.
Dari berbagai kebijakan dalam kehutanan yang ada, terdapat salah satu kebijakan yang dianggap solutif untuk mengatasi konflik antara pengelola hutan dengan masyarakat sekitar hutan yaitu kebijakan mengenai pengelolaan hutan bersama masyarakat atau lebih dikenal dengan PHBM, karena dampaknya dapat dirasakan secara langsung oleh pihak-pihak terkait yang memiliki kepentingan dengan keberadaan hutan, dan utamanya adalah kepentingan masyarakat sekitar hutan.
Kebijakan PHBM yang dicanangkan tersebut bertujuan untuk membuka kesempatan bagi masyarakat desa hutan untuk terlibat aktif dalam pengelolaan hutan, mencapai pengelolaan sumberdaya hutan yang lestari serta peningkatan kesejahteraan masyarakat desa hutan. Selain itu, selama ini peran masyarakat seringkali hanya ditempatkan dalam proses implementasi kebijakan, sedangkan dalam proses penyusunan dan evaluasi kebijakan peran masyarakat masih sangat terbatas dan bisa dikatakan tidak ada. Namun dengan adanya kebijakan pengelolaan hutan bersama masyarakat ini, masyarakat merupakan pemeran utama dari kebijakan dan memiliki peran yang besar mulai sejak penyusunan kebijakan hingga evaluasi kebijakan. Dengan begitu, maka motivasi dan tanggung jawab bersama dalam pengelolaan hutan akan muncul dari proses-proses yang dilalui dalam pemberdayaan masyarakat.
Seperti yang diungkapkan oleh Islamy (2001) yang menyatakan bahwa keberhasilan dari pengelolaan hutan berbasis masyarakat juga terletak di tangan masyarakat, yang salah satunya ditunjukkan dari seberapa besar keinginan masyarakat untuk berpartisipasi didalamnya. Untuk kepentingan proses implementasi kebijakan publik yang selalu direspon oleh masyarakat secara positif, para perumus kebijakan harus senantiasa melakukan negosiasi langsung dengan masyarakat yang terkena dampak suatu kebijakan. Sebagai pemeran utama dalam pelaksanaan kebijakan ini, masyarakat diharapkan kebutuhan hidup dapat terpenuhi dengan lebih baik dan kelestarian hutan yang senantiasa terjaga.

Sumber referensi :

Islamy, Irfan M. 2001. Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijakan Negara. Bumi Aksara. Jakarta.

Kamis, 18 September 2014

Lekas Bangkit dan Ayo Menulis !!!

Tak terasa waktu bergulir begitu cepat dan setelah mencoba membuka blog ini kembali aku baru tersadar, kalau ternyata blog ini sudah aku tinggalkan lama sekali. Yup, hampir setengah tahun blog ini aku biarkan menyendiri tanpa ada aku disampingnya untuk menemaninya (maksudnya sih mengisinya, hehe).
Rasa malas adalah salah satu dari sekian banyak alasan yang menjadi penyebab tertundanya untuk menulis. Pada awalnya aku menganggap ‘enteng’ rasa malas itu dan tanpa diduga, perlahan-lahan rasa malas itu menguasaiku dan untuk menghilangkan rasa malas itu tidaklah semudah yang aku bayangkan. Tapi, jika kita tidak pernah memaksanya (melawan rasa malas) dan mencoba mencari motivasi untuk menulis, maka kita selamanya akan dikuasai dan yang terjadi adalah budaya menulis menjadi tidak ada.
Selama enam bulan ini aku mencoba untuk mencari motivasi itu. Tidak semudah yang aku kira ternyata untuk menemukannya (motivasi). Namun tanpa aku sadari, akhirnya motivasi itu muncul dan menyadarkanku untuk bangkit berjuang melawan rasa malas. Yap, ternyata setelah aku mencoba untuk mencari kemana-mana dan tidak ketemu juga, dan ketika putus asa mulai datang menghampiri, akhirnya motivasi itu muncul dengan sendirinya dari diri kita sendiri dan salah satu yang memunculkan motivasi itu adalah sebuah kalimat yang muncul di timeline Facebook.

“Generasi yang tidak menulis hanya generasi Prasejarah” 
"If I waited for perfection, I would never write a word." (Margret Atwood)
Setelah lama tidak pernah menulis, ternyata cukup kaku juga untuk jemari ini untuk memilih dan menekan tombol huruf yang ada di laptop untuk bisa menulis ini semua. Tapi tak apa, mulai sekarang harus lebih giat mencoba dan berusaha lebih memotivasi diri sendiri untuk senantiasa belajar menulis, syukur-syukur bisa mengajak orang lain juga untuk menulis. 
Terima kasih banyak telah memberi motivasi dan tidak lupa untuk bersyukur kepada-Nya atas segala yang sudah diberikan dan digariskan ini. Semoga ini menjadi awal semangat dalam belajar menulis.

Senin, 12 Mei 2014

Susah Senang Hidup Berorganisasi


Salam hangat dan tetap semangat !!! 
Ternyata sudah lama juga jemariku ini tidak menulis meski hanya sekedar mengisi blog. Rutinitas dan padatnya praktikum serta kambuhnya penyakit "males" ku untuk menulis menjadi alasan kenapa lama aku tidak menulis lagi untuk mengisi blog ini. Dalam postingan ini, adalah sebuah catatan lama, yang aku tulis pada Senin, 6 Januari 2014. Semoga bisa bermanfaat buat yang membaca, dan bisa menjadi pelecut semangat (ku) untuk terus menulis.

"Senjata yang paling hebat bukanlah pedang, senjata api ataupun peralatan tempur yang canggih, tetapi senjata terhebat itu adalah sebuah tulisan, yang senantiasa bisa menjadi pengingat kita terhadap masa lalu, dan pelecut semangat kita untuk menghadapi masa depan" 
(Ikhwan, 12 Mei 2014)



Dimulai dari SMP kegiatan berorganisasi sudah mulai digalakkan yaitu melalui kegiatan OSIS atau Pramuka. Saat berada di jenjang pendidikan yang lebih tinggi lagi, yaitu perguruan tinggi, pilihan dalam berorganisasi semakin luas. Tidak lagi berbatas hanya dalam lingkup Jurusan atau fakultas saja, tetapi bisa juga dalam lingkup universitas, maupun kegiatan berorganisasi diluar kampus.
Didalam berorganisasi juga tidak terbatas. Maksudnya adalah tiap individu boleh mengikuti lebih dari satu organisasi, namun harus tetap bisa fokus dengan organisasi yang diikutinya. Dengan aktif di setiap organisasi yang diikuti, akan menjadi jembatan pertama dalam melatih kemampuan kita dalam bersosialisasi dengan orang, mengapa tidak ??? didalam organisasi, kita tidak hanya sendirian, banyak orang yang terlibat didalam organisasi, selain itu banyak bagian-bagian penting yang tumbuh dan berkembang secara bersamaan, untuk bahu membahu dalam organisasi tersebut, sebut saja adanya departemen PSDM,  Riset dan Pengembangan, Jaringan dan Kerjasama, dan banyak departemen yang lainnya, yang tujuannya sama yaitu berusaha membantu setiap orang yang tergabung didalamnya untuk mengembangkan kemampuan dan potensi yang dimilikinya.
Tahap awal dengan bergabung dalam organisasi dapat kita lewati melalui jalur oprec (open recruitment). Dengan berbagai potensi maupun visi dan misi yang  kita miliki, biasanya kita sampaikan dalam sesi oprec tersebut untuk bisa bergabung dalam suatu organisasi. Ketika sudah bergabung, terus apa yang harus dilakukan ? Apa setelah diterima, semangat saat oprec  terus berkobar sampai akhir kepengurusan ? ataukah akan menyerah, ketika ditengah perjalanan ada hal yang tidak disukai dan tidak sepaham ?.
Pertanyaan tersebut, mungkin ketika ditanya pada awal kepengurusan suatu organisasi maka akan dijawab dengan lantang, tegas, tuntas, dan terlihat jelas apa saja yang akan dilakukan ketika hal-hal yang tidak diinginkan seperti diatas terjadi. Namun percayalah, “jawaban terbaik adalah ketika sang waktu yang menjawab pertanyaan tersebut”. Itu bukan bualan semata, namun sudah menjadi semacam realita dikalangan kehidupan berorganisasi.
Organisasi itu bukan hanya kepandaian yang dibutuhkan, bukan pula kemampuan individual seseorang yang dianggap handal di suatu bidang tertentu. Namun, didalam organisasi lebih ditekankan pada kemampuan manajemen sumberdaya manusia yang ada (team work), kemampuan berkomunikasi, bersosialisasi, dan kepekaan terhadap kondisi lingkungan sekitar, itu adalah hal yang penting yang perlu dipahami dalam berorganisasi. Selain itu, baru kemudian kemampuan seseorang dalam berorganisasi terlihat ketika dalam organisasi tertentu sedang mengadakan event ataupun sedang dilanda krisis yang butuh pemikiran, rasional dan jiwa kepemimpinan dari setiap orang yang terlibat dalam organisasi tersebut. Bukan bermaksud mengarahkan kepada satu sudut pandang saja, namun itulah kenyataan yang terjadi, dinamika berorganisasi memang sangat menarik untuk terus diikuti.
Dalam berorganisasi tidak dapat ditebak bagimana ending yang akan terjadi, namun kita dapat mempersiapkan segala sesuatunya, dan hasilnya baik atau buruk, itu tergantung pada kita bagaimana menjalankan planning yang sudah dipersiapkan.
Ada yang bilang kalau sudah bergabung dalam organisasi kita akan lebih mencurahkan pikiran, tenaga maupun waktu dalam organisasi yang kita ikuti, dan akhirnya kewajiban kita yang lain seperti belajar mejadi sering terbengkalai. Ada juga yang bilang, ketika kita sudah bergabung dalam organisasi kita menjadi lebih terlihat sibuk sendiri dan waktu untuk orang-orang yang ada disekitar kita (teman, sahabat, ataupun pacar) menjadi berkurang. Menyikapi pertanyaan tersebut, aku mencoba memberikan gambaran bahwa dalam berorganisasi itu manfaat yang akan diperoleh jauh lebih banyak dibanding mudharatnya seperti yang disampaikan dalam dua pendapat diatas.
Manfaat dalam berorganisasi bisa kamu dapatkan secara langsung pada waktu itu juga, namun juga dapat menjadi bekal kamu mengarungi masa depan yang belum kamu ketahui. Bekal pengalaman, bekal softskill, dan banyak manfaat yang kamu peroleh setelah ikut berorganisasi untuk bisa kamu gunakan sebagai bekal dimasa depan. Teman baru hingga bonus “pacar” juga adalah salah satu manfaat yang bisa kamu dapatkan dalam kehidupan berorganisasi.
Hal yang perlu ditekankan adalah bagaimana kita memantapkan diri dalam “Manajemen waktu” kita. Manajemen waktu bukanlah perkara yang mudah untuk dilakukan, namun bukan pula hal yang mustahil untuk diatasi, kuncinya sendiri menurutku ada lima yaitu niat, kemauan keras, motivasi, usaha serta doa.
Ketika kita sudah bisa me manage  waktu kita, insyaAllah kewajiban yang harus kita lakukan dan dahulukan seperti menuntut ilmu ataupun kepeduliaan sosial kita terhadap lingkungan sekitar tidak akan terbengkalai. Indikator dari keberhasilan kita untuk memanajemen waktu yaitu ketika terjadi keseimbangan antara kewajiban dan hak yang akan dilakukan.
Untuk bisa mengatur waktu, tidak dapat dilakukan dalam waktu yang singkat, namun setidaknya kita mencoba untuk belajar melakukannya.


“Niat adalah langkah awal yang harus dimantapkan untuk memulai segala sesuatu hal. Ketika didalam hati sudah memantapkan diri dengan niat, insyaAllah akan dimudahkan dalam langkah selanjutnya” (Ikhwan, 06 Januari 2014) *Catatanku #1